MOVE ON, BEGITU SULITKAH?
Mustardhiyah*
Membaca headline sebuah opini yang dishare di group whatsapp, “Gonta ganti Kurikulum pertanda ‘tidak waras’”, saya tertegun sejenak. Judul itu terasa provokatif dan sedikit memerahkan telinga. Apalagi opini itu dirilis di saat kita, orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan sedang dalam suasana ‘euforia’ (atau kebingungan) atas diterapkannya kurikulum Merdeka. Saya, seperti kebanyakan masyarakat Indonesia yang seringkali sudah terbawa emosi hanya membaca headline, tidak membaca opini itu lebih lanjut. Apa yang salah dari pergantian kurikulum jika untuk kualitas pendidikan yang lebih baik.
Pergantian kurikulum yang terjadi saat ini sebenarnya perubahan yang biasa saja, yang setiap 10 tahun harus berubah. Bukankah perubahan itu keniscayaan? Tidak hanya pada kurikulum, perubahan memang dan harus ada pada setiap hal di dunia ini, karena memang begitulah dunia ini berjalan. Jika kemudian perubahan itu menjadi negatif atau tidak cocok dengan kita, bukan berarti semua hal juga menjadi negatif. Saya, yang hanya seorang guru biasa, yang kata teman, hanya pelaksana kebijakan, sudah seharusnya mengikuti apa yang menjadi keputusan pembuat kebijakan. Para pembuat kebijakan tentu sudah mempersiapkan sedemikian rupa dan dengan pertimbangan sebaik-baiknya sebelum melakukan perubahan itu. Meminjam kalimat Arthur Gordon dalam “The spell”, “Black or white depends on where you sit”, pesimis atau optimis dengan perubahan ini menurut saya hanya sekedar persepsi.
Baca Juga : GTT di MTsN 2 Kediri.
Malam 1 Muharram ini sepertinya menjadi momen yang tepat untuk sedikit berkontemplasi, mengevaluasi pembelajaran yang kemarin dilaksanakan dengan kurikulum ‘lama’ sebelum melaksanakan pembelajaran dengan kurikulum ‘baru’ di tahun pelajaran baru. Kurikulum Merdeka yang mengedepankan proses pembelajaran bermakna dan menciptakan ruang bagi setiap individu untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan keunikan masing-masing. Hal ini diharapkan lebih mampu menjadi jawaban atas krisis pembelajaran yang terjadi saat ini. Jika guru diberi kebebasan untuk memilih format, pengalaman, dan materi esensial yang cocok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Jika siswa memiliki ruang seluas mungkin untuk mengeksplor keunikan dirinya masing-masing, seperti yang disampaikan Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, tentu kita harus optimis dengan perubahan kurikulum ini. Sudah saatnya kita move on untuk menjadi lebih baik. Bukankah kata Darwin, orang yang bisa survive pada suatu kondisi bukanlah orang yang paling kuat, tetapi orang yang paling cepat mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi.
Wallahu a’lam bishawab
*Mustardhiyah adalah Guru MTsN 1 Nganjuk |
mexican drugstore online
canadian pharmacy certified
canadian drugs pharmacy