Kaban Diklat: “Widyaiswara Ibarat Dokter”

Spread the love

Demikian diungkapkan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI Prof. Dr. Amin Suyitno, M.Ag. di depan peserta Training of Trainer (ToT) Penguatan Moderasi Beragama dan Kurikulum Merdeka pada Rabu (8/11) di Aula Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan. Pusdiklat diibaratkan rumah sakit, sedangkan widyaiswara ibarat dokternya. Dokter ini menurutnya memiliki spesialisasi meskipun ada yang dokter umum. 

 

Begitu pula widyaiswara sudah selayaknya memiliki spesialisasi. Maka, sejatinya secara konten widyaiswara sudah memahami berbagai isu yang berkembang baik terkait kurikulum merdeka maupun moderasi beragama.

 

Karena itu, tujuan pelatihan ini sejatinya  menyamakan persepsi baik dari materi, metode, inovasi, maupun pengayaannya. Maka, jika ada widyaiswara tidak paham kurikulum merdeka maka perlu dipertanyakan ke-WI-annya. Termasuk kabalai, perlu dipertanyakan jika tidak paham pengarusutamaan moderasi beragama. 

 

Mantan Direktur Diktis ini menegaskan, 2023 program penguatan Wdyaiswara sangat penting dilakukan. Pengemban kompetensi dengan segala cara menjadi perhatian, baik studi lanjut, short course atau lainnya. “Wi yang belum doktor segera lanjut. Saat ini ada Beasiswa Indonesia Bangkit, tapi sayang tidak banyak diambil widyaiswara”, ujarnya. Prof. Yitno mengingatkan tidak perlu khawatir masalah tunjangan yang dicabut sebab tugas belajar, karena memang seharusnya begitu. Intinya, WI harus memiliki kompetensi dan kualifikasi lebih dibanding peserta pelatihan.

 

Berkaiyan dengan kurikulum merdeka, tugas mengawal kumer ini tidak mudah. Banyak guru yang belum pahan kurner. Jika dalam hal ini wi tidak siap, maka secara tidak langsung menghambat kebijakan baru di bidang kurikulum ini.

 

Maka, substansi sebenarnya sedehana,  guru diberi kekuasaan. Konfidensi bisa dibangun jika kita mempunyai isi.  “Ini yang kita tumbuhkan saat ini”, ujarnya. Kedua, kelebihan juga memberikan keleluasaan kepada siswa berdasarkan talenta. “Tugas kita bukan memintarkan tapi menggali talenta sesuai minat dan bakatnya”, lanjutnya.

 

Mengenai Moderasi Beragama (MB), ke depan pelatihan tidak hanya menyasar para guru dan dosen tapi juga mahasiswa dan juga siswa. Menurutnya gejala intoleransi ini sudah menyasar siswa terutma sekolah. Bagaimana mengontrol Organisasi Intra Sekolah (OSIS) dan Rohis, ini tugas para guru. Indoktrinasi dan 

proses infiltrasi ini dimulai sejak tahun 80-90. Hasilnya dirasakan saat ini, artinya 10-15 tahun kemudian. “Maka, apa yang dilakukan hari ini akan dirasakam 15- tahun berikutnya, yakni 2030-an”, ujarnya. Dia mengingatkan, sikap intoleransi ini sudah membahayakan karena sudah masuk ke lembaga pendidikan. 

 

Menyikapi ini telah disiapkan kebijakan berupa Catur Program, salah satunya Penguatan Base Line kebijakan Kemenag dalam layanan keagamaan. Badan Litbang seauai tugas fungsinya, menyiapkan suplay data keagamaan. Langkah kongkrit yang sudah dilakukan adalah berupa Jaminan mutu (Jamu) dan Zona integritas (ZI). Diharapkan seluruh balai diklat sudah menerapkan dan mendapatkan sertifikat keduanya.

Baca Juga :

ToT IKM dan PMB Digelar

Mungkin Anda juga menyukai

1 Respon

  1. 11/18/2022

    […] Baca Juga : “Widyaiswara Ibarat Dokter” […]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *