Tri Hita Karana, Spirit Moderasi Beragama Masyarakat di Pulau Dewata

Spread the love

Sholehuddin*

Tidak ada jenuhnya membersamai pesertai peserta dalam Penguatan Moderasi Beragama (PMB), sebaliknya makin memperkaya dan haus. Kali ini (25-28/10) saya bersama tim Instruktur Nasional Dr. Iklilah Muzayanah dan juga Wawan Junaidi yang juga Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) mendapat pengalaman luar biasa dari para peserta Orientasi Pelopor PMB. Para peserta yang merupakan tokoh agama, tokoh masyarakat dan pengelola rumah ibadah sudah memiliki modal tidak saja pemahaman teologis masing-masing agama, tapi juga sikap yang sangat moderat dan inklusif.

Kegiatan yang diketuai Desmon Andrean ini mendapat apresiasi dari peserta. Sukarya (Hindu) dalam kesan pesan mengatakan bahwa kegiatan ini telah menjadikan kami seperti keluarga. Begitu pula Pak San (Konghuchu). Dia mengatakan kepada saya pada saat pamit, biasanya kegiatan semacam ini sangat normatif, tapi kali ini beda.

Strategi Pendekatan Terintegrasi untuk perubahan berkelanjutan meletakkan tokoh agama sebagai kekuatan sipil (power of cvil society). Mereka memperkuat kebijakan (public polecy) untuk menggerakkan masyarakat akar rumput (grassroot) berdasarkan landasan teologi agama. Ini merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Menurut Komang Sri Marhaeni, Kakanwil Kemenag Propinsi Bali, bahwa tokoh agama penting dan strategis untuk mewujudkam kerukunan umat beragama. Tugas mewujudkam tidak saja secara struktural dari pemerintah tapi juga tokoh agama dan sosial kultural. Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Wawan Junaidi pada saat memberikan pemantapan juga sepakat, bahwa tokoh agama sudah memiliki kekuatan kultur, maka sudah tepat jika orientasi pelopor PMB ini berasal dari tokoh agama.

Selama memfasilitasi, saya merasakan kemudahan yang jarang saya jumpai di tempat lain. Dari sisi peserta yang heterogen, baik agama, suku maupun usia. Mereka sangat cepat memahami konsep maupun metodologisnya. Materi Menalar Keberagamaan dengan udar asumsi, sketsa keberagamaan sampai dengan analisis Iceberg lebih cepat diserap meserta. Termasuk Konsep dan Landasan teologi, Internalisasi dan Strategi PMB.

Bukan sekadar konsep, sikap inklusif dan toleran cepat diadaptasi oleh peserta. Doa di awal dan akhir secara bergantian dipimpin oleh perwakilan masing-masing agama. Mereka bisa berbeda dalam satu dan bersatu dalam perbedaan.

Tri Hita Karana, Spirit Moderasi Beragama

Sikap dan praktik beragama yang mengedepankan esensi ajaran agama dengan mennunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, todak lepas dari spirit Bali Tri Hita Karana. Tri Hita Karana adalah tiga hubungan yaitu manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama dan manusia dengan alam. Filsafat hidup masyarakat Bali ini sudah menjadi budaya (kultur) dalam beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Di bandara Ngurah Rai terpampang filosofi ini.

Gambaran kerukunan umat beragama ini dapat dilihat di Kompleks Peribadatan “Puja Mandala”. Dalam kompleks ini dibangun 5 tempat ibadah, yaitu masjid, gereja, wihara, dan pura. Kawasan ini ditetapkan sebagai Kampung Moderasi Beragama oleh Kemenag.

Siang itu saya menyempatkan berkunjung ke lokasi Pura Mandala. Saya wawacarai penjaga infaq. Menurutnya di sini sudah terjalin sikap toleransi antar umat beragama. Parkira dikelola bersama. Memang pernah terjadi ketegangan terkait parkir, tapi itu sudah diselesaikan dengan menambah lahan parkir di belakang masjid.

Kerukunan umat beragama juga sudah terpupuk di desa-desa adat. Mereka biasa bekerja sama. Misalnya waktu upacara agama Hindu, dibantu Barisan Ansor Serbaguna. Begitu pula hari raya umat Islam, dibantu oleh pecalang. Seperti juga tergambarkan dalam media tiktok, kedatangan Gus Miftah dalam satu acara disambut tokoh agama dan pecalang.

Tri Hita Karana, mencerminkan nilai universal. Ini bisa menjadi ‘titik temu’ atau “Kalimatun Sawa’ atau “commond word” karena semua agama mengajarkan hal itu. Islam misalnya mengajarkan “Hablun min-Allah wa hablun min annas”. Diperkuat dengan prinsip ajaran “Rahmatan lil ‘alamin”. Maka, semua agama sepakat mengajarkan kasih sayang.

Tri Hita Karana merupakan bentuk kearifan lokal yang harus terus dikembangkan dalam strategi PMB. Gerakan MB yang berangkat dari nilai-nilai lokal secara kultural, didukung tokoh agama dan masyarakat, akan menjadi protype dalam MB di Indonesia bahkan dunia. Bali sudah memberikan inspirasi.

*Dr. H. Sholehuddin, M.Pd.I adalah Widyaiswara BDK Surabaya dan Inas Penguatan Moderasi Beragama.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *