PANCASILA MUDA, STRATEGI DAN IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA SEBAGAI PENGUATAN IDEOLOGI DI KALANGAN MILENIAL

Spread the love

Oleh: Sholehuddin**

Sholehudin menyampaikan strategi DAN  IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA

Negara besar bukan karena luasnya wilayah. Negara kuat bukan sekadar alat peralatan militernya yang canggih. Negara aman dan damai bukan karena homogennya dari suku, agama dan ras. Negara yang besar, kuat, aman dan damai karena kemampuannya mengelola segala potensi dan heteroginitas yang dimilikinya.

Indonesia memiliki banyak potensi sumber daya dan kemajemukan. Ada 17.504 pulau, 250an agama dan kepercayaan, 1.340 suku dan 546 bahasa. Sumberdaya dan heteroginitas itu selain menjadi peluang juga bisa menjadi tantangan. Dalam sebuah survey, Indonesia masa depan akan didominasi tiga entitas. 56.7% masyarakat urban, 62.8% modle class dan 34.0% kelompok milenial. Di sisi lain, dari 274.9 juta penduduk Indonesia, ada 345 juta (126%) memiliki koneksi mobile, 203 juta (73.7%) pengguna internet, dan 170 juta (61,8%) pengguna media sosial.

Muslim Indonesia juga menghadapi generasi baru yang mencapai 30 juta. Mereka merupakan kelompok milenial, religius, urban, dan middle class. Inilah yang harus disadari oleh generasi muda aswaja (milenial muslim moderat). Mereka ini melek Teknologi Informasi (TI) yang menjadi masyarakat (umat) digital. Generasi digital ini membentuk pola pikir legal mindedness, tekstual oriented dan puritanistic.

Generasi digital nengakaes pemahaman agama melalui web, channel youtube, whatsap, facebook dan lain-lain. Yang berbahaya adalah jika generasi digital ini memunculkan dosa viral. Ujaran kebencian yang bisa memecah belah umat bisa saja terjadi dan banyak ditemukan. Dan, tentu dampaknya adalah keutuhan negara.

Baca Juga : UNUSIDA GELAR SELEKSI BEASISWA TAHFIDZ DAN BACA KITAB KUNING

Tantangan umat beragama saat ini mengerucut pada tiga hal. Pertama, adanya sikap sebagian umat beragama yang berlebihan dalam beragama, tetapi mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan. Kedua, berkembangnya klaim kebenaran secara subyektif dan sepihak dan menafikan kebenaran lain yang tidak sejalan. Ketiga, munculnya semangat beragama yang tidak dibarengi dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI.

Dari sinilah pentingnya moderasi beragama. Dalam buku Peta Jalan Penguatan Moderasi Beragama disebutkan, “Moderasi Beragama (MB) adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanuaiaan dan membangun kemaslahatan umum berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa”. Indikator Moderasi Beragama meliputi komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan menghormati tradisi.

Moderasi beragama sejatinya secara esensial mengejawantahkan nilai-nilai dasar Pancaaila. Dan sebaliknya, Pancasila menjadi bagian dari salah satu indikator Moderasi Beragama yakni Komitmen Kebangsaan yang di dalamnya ada Pancaaila dan perundang-undangan. Dari sini diperlukan upaya penguatan moderasi beragama sebagai penguatan ideologi Pancasila.

Seiring dengan massifnya penggunaan media sosial di semua kalangan utamanya kelompok milenial pengarusutamaan moderasi beragama melalui jejaring tidak bisa dielakkan. Caranya dengan mengisi dan menyebarkan konten-konten positif yang membawa rasa damai. Maka, Pancasila (is) muda harus menjadi pelopor penguatan moderasi beragama dalam upaya memperkuat ideologi yang disepakati, Pancasila.

*Disampaikan dalam Webinar di Unusida
** Dr. H. Sholehuddin, M.Pd.I adalah Instruktur Nasional Penguatan Moderasi Beragama Kemenag RI, Sekretaris BPP Unusida dan Ketua PC ISNU Sidoarjo.

Sholehudin menyampaikan strategi DAN  IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan