Pancasila dan Titik Temu:
Refleksi Harlah Pancasila dan Pelatihan Penggerak PMB di Pusdiklat Tenaga Administrasi

Spread the love

Sholehuddin*
Sebuah kehormatan bagi saya mendapat tugas dari Pusdiklat Yenaga Administrasi Kemenag RI untuk membersamai dalam pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama (PMB) Angkatan II dan III. Kegiatan berlangsung di Kampus Pusdiklat Ciputat selama lima hari (22-26/4). Pelatihan diikuti 60 peserta pelatihan yang dibagi menjadi dua angkatan.

Pelatihan penggerak kali ini dikhususkan bagi Pejabat Administrator di Lingkungan Kanwil dan Kankemenag serta Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKAIN) se-Indonesia’, ujarnya. Tujuan dari pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku yang moderat. Selain itu pelatihan ini melahirkan para penggerak moderasi beragama di lingkungan tempat tugas.

Saya bersama Instruktur Nasional Pokja PMB Qurrota Aini, Safrillah dan Dede dibantu fasilitator Aan Nur Hasanah dan Cecep Hilman mendampingi peserta. Mereka juga menerima materi dari narasumber ahli seperti Dr. (HC) Luqman Hakim Saifuddin, Prof Gunaryo, Prof. Arskal Salim, dan Prof. Sahiron. Kepala Balitbang Prof Amin Suyitno juga menyempatkan diri memberikan materi.

Berikut catatan reflektif selama pelatihan. Pada hari pertama tim fasilitator dan instruktur, pelatihan diawali dengan sesi overview. Sesi ini sebagai sarana perkenalan. Materi ini juga mengurai harapan dan kekhawatiran peserta akan PMB dan pelatihan.

Menalar Keberagamaan

Harlah Pancasila dan Pelatihan Penggerak PMB

Materi Udar Asumsi bangun perspektif: Peta Bukanlah Wilayah (The Map Not of Theritory) sebagai pintu masuk membongkar pola pikir membangun perspektif. Peta berbeda dengan wilayah. Peta masih berupa gambaran dan asumsi, sedangkan wilayah adalah realita. Asumsi sering berbeda dengan kenyataan.

Membangun kesadaran akan pentingya merefleksi setiap kejadian berdasar pelajaran dan pengalaman, bukan berdasar asumsi apa lagi buruk sangka. Dari sini mereka lebih mengenal satu sama lainnya. Saling mengenal ini harus didukung dengan menghilangkan sikap egosentris yang bisa merusak atau membiaskan pengetahuan (bias cognitif).

Sketsa kehidupan keberagamaan, memberikan gambaran kondisi kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, tetapi hal itu terpusat di pulau Jawa. Tiga kelompok masyarakat yang akan memguasai penduduk Imdonesia yakni masyarakat urban, menengah, dan milenial mengantarkan pada fenomena generasi muslim baru (dan tentu di agama lain juga ada) menjadi tantangan tersendiri. Kedekatan mereka pada teknologi dan religius menjadi daya tarik sekaligus menarik perhatian genersi muda untuk bergabung atau menjadi simpatisan. Yang dikhawatirkan adalah sikap eksklusifisme dan intoleransi di kalangan masyarakat terutama generasi muda. Munculnya permukiman khusus agama adalah salah satunya.

Di sisi lain bangsa Indonesia memiliki modal sosial sikap toleran antar umat dan intern agama. Banyak ditemukan bangunan tempat ibadah berdampingan. Melalui studi kasus ini peserta diajak scenario thinking melalui dua skenario berpikir, apa yang akan terjadi jika dua kondisi ini berlangsung dan kemungkinan berbelok arah dengan segala penyebabnya. Artinya, sebagai bangsa tidak boleh lengah, harus waspada atas segala hal terburuk dengam bersikap prefentif. Saat ini Indonesia masih aman dan damai. Tapi tidak ada jaminan masih utuh jika masyarakat terbelah dan munculnya disintegrasi bangsa.

Untuk memperkuat logika berpikir, para peserta diajak menganalisis kondisi sosial dengan teori Gunung Es (ice berg). Apa yang terjadi (event) dipermukaan ditopang tiga lapisan. Mulai fenomena yang berkembang di masyarakat (trend), sistem struktur, dan mental model. Selain itu, ada hal yang bisa memengaruhi mental model yaitu sistem otak.

Harlah Pancasila dan Pelatihan Penggerak PMB

Nilai-nilai Universal dan Landasan teologis MB

Nilai-nilai universal moderasi beragama menjadi sumber untuk memperkuat argumentasi MB. Bahwa MB berangkat dari nilai-nilai universal yang setiap agama mengajarkan. Misalnya, kemanusiaan, toleransi, kasih sayang dan kemaslahatan semua agama mengajarkan hal yang sama. Bisa dikatakan ini sebagai dalil naqli MB. Jika yang bertolak belakang atas hal tersebut itu lebih pada penafsiran yang salah atas konsep beragama. Di sinilah perlunya diluruskan dengan dalil yang kuat oleh ahlinya.

Konsep Moderasi Beragama

Nilai-nilai universal menjadi pintu masuk konsep moderasi beragama. Dalam buku peta jalan Moderasi Beragama Kemenag RI, disebutkan bahwa moderasi beragama adalah “Cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama
dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama – yang melindungi
martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum – berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa”.

Setelah dipahami konsep MB, ada 9 Kata Kunci yang di dalamnya memuat 4 indikator yaitu kemanusiaan, kemaslahatan umat, adil, berimbang, taat konstitusi, komitmen kebangsaan, tolerasnsi, anti kekerasan, dan penghormatan kepada tradisi. Sembilan kata kunci MB ini merupakan versi Kemenag.

Wawasan Kebangsaan dan Sikap Diri ASN Kemenag

Pada wawasan kebangsaan, memperkuat posisi Kemenag dalam merawat keberagaman sebagaimana konsep wawasan kebangsaan. Karena itu peserta diajak berdiskusi mengapa kemenag ada, bagaimana jika kemenag tidak ada, kebijakan apa yang bisa memperkuat Kemenag. Eksistensi kemenag tidak lepas dari Sikap dan kapasitas Diri ASN Kemenag yang meliputi Wawasam Keagamaan, Wawasan Kebangsaan, kecakapan, Sikap Diri, dan paham konteks kehidupan Keagamaan. Materi ini diperkuat dengan Hot 7 Dot. Menggambar simbol moderat dan tidak moderat ini mengarahkan pada kesadaran bahwa mengubah dari moderat ke tidak moderat lebih sulit dari pada sebaliknya.

Ekosistem PMB

Pada materi ini peserta diajak bermain social precensing theater. Peserta bermain peran dengan cara non verbal dan ekspresi. Materi ini memperkuat peran masing-masing pihak dalam mengatasi problem sosial keagamaan.

Strategi Penguatan MB Beragama: U Proces dan Membangun sebuah Gerakan

Rethinking, Redesegning, Reframing dan Reacting adalah sebuah upaya menuju kondisi ideal melalui U Proces. Kegiatan ini dimulai dari mengubah mental model menjadi mental model baru. Pada akhirnya adalah sebuah kondisi di mana masyarakat merasakan kedamaian melalui sikap inklusif egaliter dan moderat.

Materi puncak adalah Membangun Gerakan Kepemimpinan dan Kepeloporan. Bahwa Gerakan PMB membutuhkan kepeloporan dan kepemimpinan secara informal. Apa lagi sebagai gerakan perubahan berkelanjutan, membutuhkan kebijakan publik, dukungan ormas, dan sumber teologi serta masyarakat akar rumput.

Pancasila dan Titik Temu Sebuah Refleksi

Jika merefleksi kegiatan pelatihan, peserta berasal dari berbagai daerah bsa diambil pelajaran. Mereka berlatar suku, ras dan bahasa daerah, bahkan agama. Meski berbeda, para peserta bisa membaur. Kebersamaan di tengah perbedaan sangat tampak. Kebersamaan dan perbedaan merupakan hukum alam atau ‘sunnatullah’. Salah satu modal dalam memperkuat keutuhan bangsa adalah merawat perbedaan.

Pancasila merupakan titik temu dalam keberagaman bagi bangsa Indonesia yang majemuk. Dalam konsep “titik temu” atau “kalimatun sawa” yang banyak dibahas para cendekiawan lintas agama bisa digunakan untuk mempertemukan atau mendialogkan antar umat beragama. Di tengah perbedaan, pasti ada kesamaan, maka tugas kita mengedepankan kesamaan, jauhkan perbedaan. Dari sekian perbedaan mengerucut pada satu ajaran cinta kasih yakni, cinta tuhan dan cinta sesama.

Pancasila sudah mencerminkan keduanya. Sila pertama mencerminkan cinta Tuhan dengan meng-Esa-kan-Nya. Sedangkan sila-sila yang lain mencerminkan cinta sesama melalui nilai kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan. Diperkuat semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang secara keseluruhan telah dipelajari dan diinternalisasikan dalam pelatihan PMB.

Maka, jika ingin merawat ke-Indonesiaan dengan keberagamannya, rawatlah Pancasila. Inilah tugas yang tidak ringan bagi penggerak PMB, membumikan kembali nilai-nilai universal yang ada dalam Pancasila untuk merawat perbedaan. Selama pelatihan mereka sudah membuktikannya. Hal ini menjadi modal penting bagaimana mengelola perbedaan itu. Selamat Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2023.

*Dr. H. Sholehuddin, M.Pd.I adalah widyaiswara BDK Surabaya dan Instruktur Nasional PM, dosen IAI Al Khoziny dan Unusida. Saat ini menjabat Ketua PC ISNU dan Sekretaris Komisi Fatwa DP MUI Sidoarjo.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan