URGENSI KESADARAN PENGABDIAN MASYARAKAT DALAM BIDANG PENDIDIKAN DI ERA DIGITAL

Spread the love
Sholehuddin disela kegiatan Urgensi Pengabdian masyarakat berkunjung ke Sirkuit Mandalika

Oleh Sholehuddin*

Kebijakan guru profesional dalam beberapa survey belum signifikan dalam meningkatkan kinerja. Salah satunya di sebuah sekolah, ditemukan masih kategori ‘sedang’. Kebijakan itu sejatinya baik, tergantung indifidu masing-masing. Tetapi ini menjadi tantangan, sebab guru pada akhirnya bagi sebagian orang dianggap sebagai profesi ansih, bukan panggilan jiwa. Akibatnya ruh pendidikan menjadi sirna.

Selain itu, role model pendidikan belum banyak. Seandainya ada, tidak banyak mendapatkan perhatian. Paling-paling guru berprestasi. Guru teladan dengan jiwa pendidik yang sungguh-sungguh belum banyak dieksplore. Karena itu penting menghadirkan tema “Urgensi pengabdian masyarakat di bidang pendidikan di era digital” bagi guru dan calon guru.

Baca Juga : Refleksi HUT Kemerdekaan RI dalam Perspektif Hijrah Nabi

Urgensi Pengabdian masyarakat

Pengabdian masyarakat sejatinya perwujudan dari peran manusia sebagai hamba Allah (abdullah) dan wakil Allah di bumi (khalifah fil ardli). Dari sini melahirkan manusia terbaik, Khairunnas anfa’uhum linnas”. Jika semua aktifitas itu dilandasi pada dua hal itu untuk menjadi manusia terbaik, maka hidup akan berkah.

Selain itu, di tengah kehidupan yang hedonis dan materialis orang yang memiliki komitmen pengabdian menjadi langka dan istimewa, “Lakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan orang biasa, maka anda akan menjadi (manusia) luar biasa”.

Di dunia ini ada hukum alam, siapa menabur dia yang akan memetik. Dalam dunia pendidikan, menabur dan memetik dapat dilakukan dalam tiga konteks. Pertama, sebagai pendidik dan tenaga kependidikan (guru, dosen, widyaiswara, pengawas, dan lain-lain). Hal ini akan menjadi personal branding bagi setiap indifidu. Orang akan percaya karena karakter (haliah).

Karakter yang dimaksud adalah berkhidmat secara tulus. Ada pepatah ” ketulusan mengalahkan yang didapatkan”. Bagi orang semacam ini, pendapatan kecil tidak menjadi penghalang untuk berkhidmat dalam dunia pendidikan. Saya menemukan hal itu pada sebuah pelatihan, bisyarah 150-300 ribu (yang pasti) perbulan, tapi semangat mengembangkan diri sangat tinggi.

Bagi pribadi semacam ini, “guru adalah profesi pengabdian tanpa batas”. Hal ini babyak ditemukan di dunia pesantren. Tifak ada kyai yang pensiun. Bagi seorang pendidik di pesantren, “Masa pengabdian pendidik tidak dibatasi SK, tetapi nyawa”. Karena itu kenapa saya tidak akan menghapus pengalaman ‘guru ngaji’. Sebab, widyaiswara, dosen, guru sekolah atau pun pegawai ada pensiun, tetapi guru ngaji tidak ada kata pensiun. Karena itu hukum alam akan menjawab dalam bentuk berkah.

Kedua, dalam konteks lembaga. Lembaga dengan kemamouan mengelola SDM baik, berprestasi dan berkarakter akan memunculkan branding lembaga. Tingkat kepercayaan kepada lembaga juga semakin tinggi. Karena itu penting setiap tendik berkiprah di masyarakat dengan membawa nama lembaga. Apapun bisa dilakukan yang penting manfaat. Sebab, masyarakat akan percaya kepada lembaga yang dibina oleh guru, dosen, atau yang lain dengan karakter tersebut.

Jika tingkat kepercayaan tinggi, hukum alam juga menjawab dengan banyaknya input peserta didik. Banyaknya peserta didik dengan sendirinya berbanding lurus dengan kesejahteraan. Inilah yang disebut berkah secara kelembagaan.

Ketiga, secara organisasi. Organisasi kependidikan ataupun ketenagaan pendidikan banyak dijumpai. Organisasi ini tentu non profit. Karena non profit harus diisi oleh orang-orang yang memiliki jiwa pengabdian. Artinya, orang yang berniat “menghidupi organisasi, bukan yang mencari penghidupan di organisasi”. Jika hal ini dimiliki oleh orang-orang berkarakter pengabdi, tingkat kepercayaan publik pada organisasi juga tinggi. Di sini hukum alam kembali berlaku.

Di era digital seperti saat ini, bagaimanapun baiknya seseorang, lembaga ataupun organisasi tidak akan diketahui publik, manakala tidak memainkan fungsi dunia maya (digital). Maka, sebagai insan-insan pendidikan, memanfaatkan dunia digital adalah sebuah keniscayaan. Sementara sisihkan kekhawatiran ‘sum’ah, riya’ atau pamer kebaikan dan sebagainya. Sebab, dunia digital harus diisi dengan konten-konten kebaikan. Tentu selain publikasi, harus diniati menebarkan atmosfer kebaikan untuk kebaikan bersama melalui dunia pendidikan.

Akhirnya, pengabdian masyarakat harus menjadi ruh pendidik dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan pepatah yang  mengatakan, materi itu penting, tetapi metode lebih penting dari materi. Sedangkan ruh (jiwa) seorang pendidik, lebih penting dari keduanya. Dan yang tidak kalah penting, gunakan media digital untuk mempublikasi keteladanan manusia-manusia terbaik dalam dunia pendidikan yang menginspirasi untuk semua.

*Dr. H. Sholehuddin, M.Pd.I. adalah Widyaiswara BDK Surabaya, pengurus PW LP Ma’arif Jawa Timur, Ketua ISNU Sidoarjo. Saat ini mendapat tugas sebagai Sekretaris BPP Unusida dan mengajar di IAI Al Khoziny, Unusida dan INAIFAS.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan