MODERASI BERAGAMA DALAM BINGKAI ASWAJA AN-NAHDLIYAH

Spread the love
penguatan aswaja dalam moderasi beragama

Catatan Pelatihan Aswaja dan Moderasi Beragama di LP Ma’arif Bangil

Sholehuddin*

Sabtu (19/11) di Hotel Dalwa Bangil Pasuruan saya diminta Pimpinan Cabang (PC) Ma’arif Bangil memberikan materi Penguatan Aswaja dan Moderasi Beragama. Sebagai Instruktur Nasional Penguatan Moderasi Beragama (PMB) kesempatan ini saya gunakan untuk berbagi dengan mereka mengenai moderasi beragama dan hubungannya dengan Aswaja An-Nahdliyah. Maka, judul yang saya angkat adalah Moderasi Beragama dalam Bingkai Aswaja An-Nahdliyah.

Sebuah negara bisa kuat bukan sekadar dilihat dari besar dan luasnya wilayah negara. Juga bukan karena canggihnya alat militernya dan kuatnya pasukan. Negara bisa kuat karena kemampuan negara dalam mengelola kemajemukan warga dan bangsanya.

Indonesia memiliki keragaman agama, suku, budaya, bahasa dan adat istiadat. Keragaman itu sebagai sunnatullah dan karunia-Nya yang harus dirawat. Merawat keutuhan negara ini wajib bagi warga negara. Sebab, keutuhan negara menjadi prasyarat menjalankan tugas kehambaan manusia kepada Tuhan dan sebagai khalifah-Nya. “Ma la yatimmu al wajib illa bihi fa huwa wajib (TIdak sempurna sebuah kewajiban kecuali dengan suatu hal, maka hal tersebut menjadi wajib)”.

Tantangan umat beragama saat ini mengerucut pada tiga hal. Pertama, adanya sikap sebagian umat beragama yang berlebihan dalam beragama, tetapi mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan. Kedua, berkembangnya klaim kebenaran secara subyektif dan sepihak dan menafikan kebenaran lain yang tidak sejalan. Ketiga, munculnya semangat beragama yang tidak dibarengi dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI.

Di sisi lain, sketsa kehidupan beragama, saat ini ada pergeseran. Jika dulu masyarakat pedesaan mendominasi, saat ini peta kekuatan dikuasai masyarakat urban, menengah dan milenial. Kondisi ini menimbulkan trend baru dalam beragama. Kekuatan benturan antara cara beragama secara eksklusif legal formal dan inklusif- esensial cukup kuat.

penguatan aswaja dalam moderasi beragama

Dari sinilah pentingnya moderasi beragama. Dalam buku Peta Jalan Penfuatan Moderasi Beragama disebutkan,  “Moderasi Beragama (MB) adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi maetabat kemanuaiaan dan membangun kemaslahatan umum berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa”. Indikator Moderasi Beragama meliputi komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan menghormati tradisi.

Dalam pandangan Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja), An Nahdliyah, konsep MB tersebut sangat relevan. Sebab, dalam aswaja dikenal empat prinsip seperti Tawassuth (pertengahan atau jalan tengah). Kehadiran aswaja telah berhasil menjembatani dua kelompok yang berseberagan, antara tekstualis dengan liberalis.

Tawazzun (keseimbangan) dalam berpikir dan menggunakan sumber yang tidak hanya satu sumber tetapi dipadu dengan sumber lain secara berimbang. Aswaja menerima empat madzhab fikih, dan akidah yang jauh dari sikap mengkafirkan pihak lain yang tidak sepaham. Ini relevan dengan konsep moderasi beragama.

Tasamuh (toleran), menghargai perbedaan dan menghormati keyakinan serta cara pihak lain yang tidak sama. Bagi aswaja, perbedaan adalah rahmat. Maka, perbedaan itu harus disikapi dengan cinta kasih karena itulah sejatinya esensi dari  rahmat Allah. Dengan dasar cinta kasih, akan mengutamakan kesamaan dari pada perbedaan.

penguatan aswaja dalam moderasi beragama

Baca Juga : Gerakkan Roda Organisasi, ISNU Sidoarjo Bentuk PAC Prambon

I’tidal (tegak lurus), artinya tetap berpedoman pada kebenaran hakiki. Tidak mudah dibelokkan ke arah ideologi kanan ataupun kiri. Al Quran, Hadis, ijma’ dan qiyas dipedomani secara proporsional. Ini penting di saat ada upaya membelokkan ke arah ideologi tertentu yang tidak sejalan dengan ideologi Pancasila.

Selain itu di dalam Aswaja ada Mabadi’ Khairu Ummah seperti sidiq dan amanah yang sarat dengan prinsip kemaslahatan ummat. Kemaslahatan umum menjadi salah satu dari 9 kata kunci moderasi beragama. Prinsip dasar ini jika dilanggar akan merusak kehidupan umat manusia. Perlu disadari, bahwa menciptakan kemaslahatan dalam mewujudkan  kedamaian sama halnya membangun esensi agama. Sebaliknya merusak kehidupan apa lagi atas nama agama sama dengan merusak bangunan agama itu sendiri.

Kehadiran Nahdlatul Ulama sebagai ormas dengan faham Aswajanya dapat memperkuat keutuhan negara melalui domain agama. Sebab, isu agama sangat  mudah digunakan untuk meruntuhkan negara. Sistem keberlanjutan sebuah program apapun, harus disinergikan antara pengambil kebijakan, ormas, akar rumput dan pemilik otoritas keagamaan yang dalam hal ini ulama atau ahli agama. NU menjadi kekuatan kultural yang bisa menjembatani program penguatan moderasi beragama (PMB).

Maka, sebagai Guru Aswaja di Lembaga Pendidikan Ma’arif, sudah seharusnya bisa menjadi pelopor PMB. Karena itu materi Ke-NU-an dengan tema Moderasi Beragama sudah menjadi keniscayaan di kalangan sekolah dan madrasah saat ini.

*Dr. H. Sholehuddin, M.Pd.I adalah Pengurus LP Ma’arif Jawa Timur dan Instruktur Nasional Moderasi Beragama.

Baca Juga : Tanam Pohon Bersama Siswa Lintas Agama, Bukti Nyata Toleransi itu Ada

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan