KETIKA WIDYAISWARA DAN DOSEN BERKUMPUL

Spread the love

Catatan Training of Trainer Penguatan Moderasi Beragama Pusdiklat (Bagian Pertama)

Apa bedanya antara Widyaiswara (WI) dan dosen. Jawaban yang paling gampang widyaiswara kurang dikenal publik, sementara dosen sangat mashur bahkan dinilai sebagian masyarakat profesi yang sangat keren. Ada lagi jawaban yang cukup ringan. Saya sering guyon, tapi ini tidak serius. WI itu profesi berpenghasilan tidak tetap. Kadang banyak, kadang ‘buanyak’. Sementara dosen pada umumnya penghasilan tetap, kecuali dosen selebritis apa lagi guru besar. Kadang ‘buanyak’, kadang lebih ‘buanyak’ lagi.

Plt. Kaban Abu Rohmat, memberikan pengarahan pada pembukaan Training of Trainer (ToT) PMB, Ciputat (4/4)

Sejatinya keduanya sama sama jabatan fungsional dengan tugas yang hampir sama, mendidik, mengajar, dan melatih. Dosen ditambah penelitian yang bertugas di kampus, sehingga dikenal dengan akademisi. Sedangkan WI, penelitian sebatas pilihan dalam karya tulis ilmiah untuk pengembangan profesi. Tugasnya di Balai Diklat milik pemerintah.

Terlepas dari perbedaan itu, sejak Senin-Sabtu (4-9/4/22) kedua profesi itu berkumpul dalam satu forum pelatihan. Tentu ini momen kangka. Berkah Moderasi Beragama, keduanya bisa berkumpul dalam Training of Trainer (ToT) Penguatan Moderasi Beragama di kampus Pusdiklat Kemenag RI.

Menyanyikan lagu Indonesia Raya, Ciputat (4/4)

Suasana akrab, canda dan tawa menghiasi kelas selama training. Dibuka Plt Kaban Senin malam (4/4), kegiatan dibagi dua angkatan yakni Angk VIII dan IX. Training berlangsung sesuai agenda. Senin pagi (5/4) dimulai dengan Building Learning Commitmen (BLC) dengan agenda saling mengenal diri, orang lain, kontrak belajar dan pemilihan ketua kelas. Pak Efa Ainul Falah bersama saya selaku pemandu.

Materi kedua, teknik fasilitasi. Materi dipandu Pujiastutik bersama saya. Ini merupakan bekal seorang calon fasilitator yang menggunakan pendekatan andragogi selama pelatihan.

IN Efa Ainul Falah mengawali memandu Building Learning Commitment, Ciputat (5/4)

Dilanjutkan Udar Asumsi, Membangun Perspektif. Materi ini membongkar mind set. Dengan tangga kesimpulan dan mewaspadai bias kognitif yang bisa memengaruhi obyektifitas berpikir dan  berperilaku seseorang. Saya bersama  Pujiastutik selaku pemateri.

Materi berikutnya Setsa Kehidupan Beragama di Indonesia. Peserta diberikan data kondisi keberagamaan di Indonesia oleh Tenaga Ahli Menag Hasanuddin Ali. Bahwa klasifikasi penduduk Indonesia yang terbagi tiga, urban, middle class dan millenial harus diresopon oleh para pemimpin termasuk para ASN Kemenag.

Hasanuddin Ali, Tenaga Ahli menyapaikan Sketsa Kehidupan Beragama Indonesia, Ciputat (5/4)
Hasanuddin Ali, Tenaga Ahli menyapaikan Sketsa Kehidupan Beragama Indonesia, Ciputat (5/4)

Dilanjutkan dengan scenario thinking bersama saya. Pada materi ini peserta diajak berpikir secara kritis fenomena kehidupan beragama yang eksklusif. Di sisi lain ada contoh kehidupan toleransi di sebuah daerah. Bagaimana kondisi 10 tahun yang akan datang jika dibiarkan. Para peserta secara berkelompok mengkajinya.

Sebagai inti dari pelatihan ini adalah iceberg analysis (analisis gunung es). Dalam teori ini, Prof. Zainul Hamdi menggiring dari ‘event’, ‘trend’, ‘structur system’, dan ‘mental model’. Bahwa kejadian yang ada di masyarakat hanyalah tampak luar seperti permukaan gunung es. Sementara lapisan dalam tidak banyak diungkap. Dari analisis ini digalinya ‘trend’ atau fenonena yang muncul di masyarakat, struktur semisal kebijakan, dan budaya yang ada, dan mental model atau pola pikir yang terbentuk yang bisa mendorong seseorang berbuat apa saja (Bersambung).

Prof. Zainul Hamdi menberikan materi Analisis Iceberg, Ciputat (5/4)

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan