MODERASI BERAGAMA DALAM BINGKAI ASWAJA AN-NAHDLIYAH

Spread the love

Catatan Pembekalan Pemilihan Duta Fakultas Ekonomi Unusida

moderasi beragama dalam bingkai aswaja
moderasi beragama dalam bingkai aswaja

Ahad (26/6) selaku Ketua PC ISNU Sidoarjo saya diminta Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE) memberikan materi Ke-NU-an pada pembekalan Pemilihan Duta Mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE) Unusida. Kegiatan berlangsung di Aula MWC NU Kec. Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Kegiatan ini dilanjutkan dengan Grand Final pada Ahad (3/7) di SMP Islam Krembung Sidoarjo.

Selaku Instruktur Nasional Penguatan Moderasi Beragama (PMB) kesempatan ini saya gunakan untuk berbagi dengan mereka mengenai moderasi beragama dan hubungannya dengan Aswaja An-Nahdliyah. Maka, judul yang saya angkat adalah Moderasi Beragama dalam Bingkai Aswaja An-Nahdliyah.

Sebuah negara bisa kuat bukan sekadar dilihat dari besar dan luasnya wilayah negara. Juga bukan karena canggihnya alat militernya dan kuatnya pasukan. Negara bisa kuat karena kemampuan negara dalam mengelola warga dan bangsanya.

Indonesia memiliki keragaman agama, suku, budaya, bahasa dan adat istiadat. Keragaman itu sebagai sunnatullah dan karunia-Nya yang harus dirawat. Merawat keutuhan negara ini wajib bagi warga negara. Sebab, keutuhan negara menjadi prasyarat menjalankan tugas kehambaan manusia kepada Tuhan dan sebagai khalifah-Nya. “Ma la yatimmu al wajib illa bihi fa huwa wajib (TIdak sempurna sebuah kewajiban kecuali dengan suatu hal, maka hal tersebut menjadi wajib)”.

Tantangan umat beragama saat ini mengerucut pada tiga hal. Pertama, adanya sikap sebagian umat beragama yang berlebihan dalam beragama, tetapi mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan. Kedua, berkembangnya klaim kebenaran secara subyektif dan sepihak dan menafikan kebenaran lain yang tidak sejalan. Ketiga, munculnya semangat beragama yang tidak dibarengi dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI.

Di sisi lain, dalam sketsa kehidupan beragama, saat ini ada pergeseran. Jika dulu masyarakat pedesaan mendominasi, saat ini peta kekuatan dikuasai masyarakat urban, menengah dan milenial. Kondisi ini menimbulkan trend baru dalam beragama. Kekuatan benturan antara cara beragama secara eksklusif legal formal dan inklusif- esensial cukup kuat.

Dari sinilah pentingnya moderasi beragama. Dalam buku Peta Jalan Penguatan Moderasi Beragama disebutkan, “Moderasi Beragama (MB) adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa”. Indikator Moderasi Beragama meliputi komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan menghormati tradisi.

berbagi materi moderasi beragama dengan fakultas ekonomi unusida

Dalam pandangan Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) An Nahdliyah, konsep MB tersebut sangat relevan. Sebab, dalam aswaja dikenal empat prinsip seperti Tawassuth (pertengahan atau jalan tengah). Kehadiran aswaja telah berhasil menjembatani dua kelompok yang berseberagan, antara tekstualis dengan liberalis.

Tawazzun (keseimbangan) dalam berpikir dan menggunakan sumber yang tidak hanya satu sumber tetapi dipadu dengan sumber lain secara berimbang. Aswaja menerima empat madzhab fikih dan akidah yang jauh dari sikap mengkafirkan pihak lain yang tidak sepaham. Ini relevan dengan konsep moderasi beragama.

Tasamuh (toleran), menghargai perbedaan dan menghormati keyakinan serta cara pihak lain yang tidak sama. Bagi aswaja, perbedaan adalah rahmat. Maka, perbedaan itu harus disikapi dengan cinta kasih karena itulah sejatinya esensi dari rahmat Allah. Dengan dasar cinta kasih, akan mengutamakan kesamaan dari pada perbedaan.

I’tidal (tegak lurus), artinya tetap berpedoman pada kebenaran hakiki. Tidak mudah dibelokkan ke arah ideologi kanan ataupun kiri. Al Quran, Hadis, ijma’ dan qiyas dipedomani secara proporsional. Ini penting di saat ada upaya membelokkan ke arah ideologi tertentu yang tidak sejalan dengan ideologi Pancasila.

Selain itu di dalam Aswaja ada Mabadi’ Khairu Ummah seperti sidiq dan amanah yang sarat dengan prinsip kemaslahatan ummat. Kemaslahatan umum menjadi salah satu dari 9 kata kunci moderasi beragama. Prinsip dasar ini jika dilanggar akan merusak kehidupan umat manusia. Perlu disadari, bahwa menciptakan kemaslahatan dalam mewujudkan  kedamaian sama halnya membangun esensi agama. Sebaliknya merusak kehidupan apa lagi atas nama agama sama dengan merusak bangunan agama itu sendiri.

Kehadiran Nahdlatul Ulama sebagai ormas dengan faham Aswajanya dapat memperkuat keutuhan negara melalui domain agama. Sebab, isu agama sangat  mudah digunakan untuk meruntuhkan negara. Sistem keberlanjutan sebuah program apapun termasuk PMB, harus disinergikan antara pengambil kebijakan, ormas, akar rumput dan pemilik otoritas keagamaan yang dalam hal ini ulama atau ahli agama. NU menjadi kekuatan kultural yang bisa menjembatani program penguatan moderasi beragama (PMB) secara berlanjut.

Maka, sebagai generasi muda NU, Mahasiswa Unusida terutama Duta Mahasiswa sudah seharusnya bisa menjadi pelopor PMB. Karena itu materi Ke-NU-an dengan tema Moderasi Beragama sudah menjadi keniscayaan di kalangan milenial yang tingkat penggunaan medsos paling tinggi. Mereka tidak saja diharapkan menjadi duta mahasiswa tapi juga harus bisa menjadi Duta PMB di dunia kampus.

Baca Juga : Ponpes An- Nidhomiyah Ngelom

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan