SANTRI, DULU DAN KINI MENJAGA NKRI

Spread the love
dr.sholehuddin saat membacakan doa dalam upacara hari santri dan moderasi beragama

Sholehuddin*

“Nduk, Sarung itu hanya bungkusnya, yang penting isinya”. Cerita tentang seorang gadis dilamar santri ini selalu muncul di Medsos pada Hari Santri Nasional (HSN), termasuk tahun ini. Santri memang identik dengan sarung dan peci. Kuno, ‘ndeso’ dan tidak intelek. Tapi, seiring dengan perkembangan waktu, santri menjadi trend. Masyarakat perkotaan banyak yang nyantri. Santri bisa apa saja. Banyak akademisi dan birokrat dari kalangan santri. Tentara juga tidak sedikit yang santri. Intinya, santri tidak lagi identik dengan ‘kemproh’, tetapi sudah berubah ‘style’ dan ‘klemis’.

Tahun ini peringatan HSN lebih semarak dan massif. Jika PBNU menggelar Apel HSN diikuti PW dan PCNU, kantor-kantor pemerintah daerah dan Kemenag menggelar upacara. Para peserta yang laki-laki harus pakai sarung. Perempuan berbusana muslimah. Tidak ketinggalan Ikrar Santri dikumandangkan seperti di tempat saya bertugas, Balai Diklat Keagamaan Surabaya. Saya kebagian memimpin ikrar.

HSN kali ini mengambil tema, “Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan”. Tema ini identik dengan Moderasi Beragama. Seperti disebutkan dalam Peta Jalan Moderasi Beragama, “Moderasi Beragama diartikan sebagai cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan bernegara.

Latar hadirnya Penguatan Moderasi Beragama (PMB) adalah, pertama berkembangnya sikap beragama secara ekstrim yang tidak mengedepankan martabat kemanusiaan. Kedua, berkembangnya klaim kebenaran secara subyektif yang tidak didukung dengan dalil secara komprehensif. Dan ketiga, berkembangnya semangat beragama tetapi mengesampingkan kecintaan kepada tanah air.

Prinsip beragama sejatinya menjunjung tinggi keadaban mulia. Agama mengajarkan memanusiakan manusia. Jiwa manusia menjadi sangat berharga dalam perspektif agama. Hal ini bermuara pada tujuan dan esensi agama, hifdzun nafs.

Menjaga martabat kemanusiaan adalah kunci kedamaian. Negara ini bisa damai apabila setiap warga negara saling menghargai, mengayomi, dan melindungi. Di sinilah pentingnya moderasi beragama sebagai instrumen mewujudkan kedamaian dengan bahasa agama dalam rangka menjaga keutuhan NKRI. Hal ini tidak lepas dari mudahnya merusak bangunan negara dengan bahasa agama.

Santri dalam perjalanan sejarahnya sangat getol mempertahankan NKRI. Resolusi Jihad yang diinisiasi Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari sebagai bukti sejarah kuatnya peran santri dalam menjaga NKRI melalui pertempuran Surabaya. Hari Santri Nasional merupakan apresiasi negara kepada kaum santri atas jasa- mempertahankan NKRI.

Dalam konteks saat ini, peran santri dalam menjaga NKRI bisa melalui Penguatan Moderasi Beragama (PMB). Sejarah santri dengan pesantrennya telah berhasil membangun doktrin Islam Wasathiyah atau wasathiyatul Islam dan ini menjadi tradisi pesantren dengan Islam moderatnya. Maka, jika ada santri atau pesantren yang tidak moderat, sudah jelas bahwa hal itu keluar dari tradisi dan jati diri pesantren yang sesungguhnya.

Dalam kehidupan sosial, pesantren membaur dengan masyarakat sekitar. Para santri berinteraksi dalam kegiatan kemasyarakatan. Ro’an atau kerja bakti misalnya menjadi instrumen dalam kehidupan sosial pesantren. Antara pesantren dan masyarakat bisa saling tukar imformasi, bahkan secara ekonomi. Kerja sama saling menguntungkan tercipta. Secara tidak langsung proses pendidikan memanusiakan manusia ada di sini. Menjaga martabat kemanusuaan sebagaimana tema di atas sudah ada sejak lahirnya pesantren dan kehidupannya. Semua itu tidak lepas dari inklusifitas dunia pesantren.
Maka, sudah saatnya para santri atau tepatnya kaum santri berada terdepan dalam gerakan PMB. Di manapun dan apapun profesinya, dia harus menjadi pelopor PMB. Dalam teori tangga kepemimpinan, kepemimpinan santri yang memjelma menjadi kepemimpinan kharismatik kyai, dengan bahasa agama efektif bisa menggerakkan pengikutnya di akar rumput. Inilah kira-kira makna Santri Menjaga NKRI. Sslamat Hari Santri 2022.

*Dr. H. Sholehuddin, M.Pd.I adalah alumni Ponpes An-Nidhomiyah Ngelom Sidoarjo, Widyaiswara BDK Surabaya, dan Ketua ISNU Sidoarjo. Saat ini mendapat tugas sebagai Instruktur Nasional Moderasi Beragama Pokja PMB Kemenag RI.

Baca juga : UIN ALAUDDIN PERTAMA GELAR TOT PMB PTKIN

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan