Mendadak NU dan Satu Abad yang Menyatukan: Perspektif Moderasi Beragama

Spread the love
Sambutan dari pimpinan NU

Sholehuddin*

Harlah Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) di Gelora (GOR) Delta Sidoarjo sudah usai. Meski demikian banyak mengisahkan cerita. Mulai dari perjuangan tamu VVIP untuk sampai ke lokasi, banyaknya pengunjung yang terjebak di tol, penampilan banser, hingga pidato ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang mengelegar. Sampai-sampai ada yang kreatif, memasang foto pengasuh Ponpes Roudlotu Tolibin Rembang itu dengan foto Bung Karno dan Bung Tomo. “Kok mirip ya, gayanya”.

Dari sekian cerita, ada satu yang menarik perhatian saya. Apa itu, bahwa satu abad NU benar-benar menyatukan. Tidak ada sekat antara warga NU dan Muhammadiyah. Tidak ada jarak antara NU dan LDII. Mereka turut membantu warga jamaah. Kampus Universitas Muhammadiyah misalnya memberikan layanan istiirahat.

isnu beserta jajaran pengurus memperingati 1 abad Nu

Tidak ada pula pemisah antara kaum nahdliyin dengan umat kristiani. Gereja pun digunakan salat warga NU yang menginap. Tidak ada yang mendebat dengan dalil apapun. Sekolah dan pesantren yang selama ini berseberangan idelogi dengan Aswaja NU, juga menyiapkan posko.Para relawan mulai dari penyedia konsumsi, tukang ojek gratis, hingga penyedia toilet di gang-gang kampung siap melayani

Satu Abad NU memang menyatukan. Ini menjadi bukti bahwa Sidoarjo layak menjadi baromater NU di Indonesia. Sidoarjo juga layak menjadi kota toleransi. Seluruh elemen, lembaga dan badan otonom terlibat secara massif.

Apa ada rapat khusus untuk persiapan?. Yang pasti ada, terutama untuk pengaturan di Gelora Delta. Tetapi bagaimana koordinasi antar lembaga banom, tidak ada arahan khusus. Ada memang pertemuan sekali yang mengundang lembaga banom. Itu pun PCNU Sidoarjo, bukan panitia utama. PCNU lebih fokus pada penyambutan jamaah, mengatur dan memetakan aset-aset NU seperti masjid, sekolah, madrasah gedung-gedung milik PCNU yang digunakan menginap para jamaah.

Saya sejatinya masuk di kepanitiaan daerah yang dibentuk PBNU. Ketuanya gubernur. Sekretarisnya bupati. Tapi hingga acara, belum sekalipun ada rapat koordinasi. Jangankan rapat, keplek saja saya tidak dapat. Tapi bagi saya itu tidak penting.

Para kader pun semula banyak yang bertanya, “tugas saya apa”. Para petinggi PCNU pun tidak memberi arahan khusus. Akhirnya semua sepakat, Apapun bisa dilakukan sesuai kapasitas, yang penting acara sukses, jamaah puas. Kami benar-benar harus menjadi panitia yang ‘cerdas’.

Baca Juga : KKM 6 Kab. Madiun Gelar Workshop Penyusunan Soal HOTS

Mereka pun bermacam-macam cara melayani. Ada yang menggelar posko dengan berbagai fasilitas. Ada pula yang menjadi koordinator relawan sapu bersih dan ojek. Semua didedikasikan untuk Satu Abad NU.

Pada H-13 saya ditelpon Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana NU (PP ISNU) Dr. KH. Ali Masykur Musa. Beliau berniat menggelar Konferensi Nasional, menghadirkan ratusan sarjana NU se-Indonesia. Tempatnya di UNU Sidoarjo, sekakigus digunakan tempat memginap. Saya selaku ketua ISNU Sidoarjo dan Sekretaris BPP UNUSIDA ditugasi mengomunikasikan ke rektor sekaligus menjadi pantia daerah. Di benak saya, mungkin ini lahan khidmah saya di Satu Abad NU sesuai kapasitas saya.

Dalam waktu singkat, rapat persiapan lebih banyak menggunakan zoom dan WA Call group. Hampir setiap hari menggelar rapat. Alhamdulillah, acara tergolong sukses. Peserta lebih dari 300 yang hadir. Mereka mengapresiasi kinerja teman-teman Sidoarjo. “Sidoarjo hebat, di sepanjang jalan ditawari konsumsi”, ujar ketua ISNU Bondowoso.

Ada awak media yang juga mengapresiasi kerja tim ISNU dan UNUSIDA. Termasuk testimoni ketua ISNU Pamekasan pada saat saya dampingi menuju lokasi. Dia berkomentar, “Sidoarjo keren”, ujarnya. Beliau saya ajak mampir stand bazzar ISNU Sidoarjo dan PAC ISNU Sukodono. Di sini tersedia ngopi gratis.

Baca Juga : Bu Hj. Wati, 36 Tahun Dedikasikan untuk Pendidikan dan Kemenag

Semua itu berkat pertolongan Allah dan barakah pendiri NU. Apa gak sakti, acara sehebat itu, masing-masing panitia hanya mengandalkan inisiatif sendiri, kecuaili yang bagian acara dan lapangan.

Satu Abad NU juga membawa banyak orang mendadak NU. Saya lihat tidak sedikit orang yang bukan warga NU atau yang selama ini alergi NU, tapi kemarin memakai kaos dan jaket Satu Abad NU. Yang hadir di GOR dan tamu undangan yang hadir juga banyak yang bukan warga NU, terutama para pejabat. Benar-benar mendadak NU. Saya sebenarnya banyak pesanan kaos Satu Abad NU dari teman teman kantor (yang bukan NU struktural), bahkan sahabat saya yang dari Muhammadiyah, juga pesan kaos Satu Abad NU. Sayang, situasi tidak memungkinkan.

Dalam perspektif Moderasi Beragama, Satu Abad NU yang Menyatukan menjadi titik temu (Commod word) atau “kalimatun sawa'”. Titik temu yang menjembatani pelbagai perbedaan. Nilai-nilai universal dan moderasi beragama seperti kemanusiaan, kemaslahatan umum, gotong royong (ta’awun), dan toleransi ada dalam gelaran yang tidak akan mungkin terulang dalam sejarah hidup kita.

Inilah Satu Abad NU yang dalam pidatonya kemarin diingatkan oleh Ketua Umum PBNU, bahwa saat ini kita sudah berada di abad kedua NU. Seolah-olah memberi pesan, dari Sidoarjo, NU siap menjadi pioner dalam menciptakan perdamaian dunia, sejalan dengan tema besar, “Merawat Jagat, Membangun Peradaban”.

*Sholehuddin adalah Ketua PC ISNU Sidoarjo, Instruktur Nasional Moderasi Beragama. Sehari-hari bertugas sebagai widyaiswara Bdk Surabaya.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan